Minggu, 14 Maret 2010

KELOMPOK TANI INTISARI

Kota Batu dengan topografinya yang berbukit memiliki sumberdaya alam yang cukup besar nan melimpah dan salah satu sumber daya alam yang dapat diandalkan adalah hutan. Kota Batu berada di dataran cekungan yang dikelilingi oleh beberapa gunung dan perbukitan. sebelah utara Gunung Arjuno ( 3.339 m ), Gunung Kembar dan Welirang ( 3.156 m ), sebelah selatan Gunung Panderman ( 2.010 m ) dan Srandil. Kota Batu memiliki hutan produksi seluas kurang lebih 11.000 Ha yang berada di bawah tanggung jawab Perhutani. dari sekian luasan hutan produksi tersebut, pemanfaatan di bawah pohon tegakan ( pohon utama ) sepenuhnya diserahkan pada LMDH ( Lembaga Masyarakat Desa Hutan ) dibawah pengawasan Perhutani.

Pada saat ini hutan produksi tersebut, oleh petani desa sekitar hutan ditanami dengan tanaman yang bersifat ekonomis dan dapat dikonsumsi baik manusia ( sayur ) maupun hewan ternak. Pada lahan berlereng dan perbukitan dibawah pohon tegakan telah ditanami dengan tanaman yang bersifat menghasilkan bahan organik tanah, contohnya rumput, selain berfungsi mencegah erosi tanah, rumput juga dapat digunakan sebagai pakan ternak dalam hal ini sapi yang banyak diternakkan oleh petani sekitar.

Namun pada perkembangan masyarakat saat ini mereka diarahkan oleh pihak Pemerintah Kota dan Dinas Pertanian untuk melakukan kegiatan penanaman rumput secara besar - besaran sebagai langkah utama dalam upaya konservasi lahan, dalam melaksanakan Padat Karya yang mengacu pada Pedoman Padat Karya yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Pengelolaan Lahan dan Air. Untuk mekanisme penyediaan saprodi dilakukan swakelola oleh kelompok tani.

Upaya penanaman rumput dalam hal ini rumput gajah dari berbagai varietas telah dilakukan disebagian besar lahan hutan. Namun sangat disayangkan bahwa begitu banyaknya jumlah rumput yang seharusnya dapat dipanen sebagai pakan ternak ternyata masih tersisa dalam jumlah area yang cukup besar yang dikarenakan keterbatasan modal jumlah ternak yang dimiliki oleh para petani. Hal ini tentunya dapat menurunkan semangat masyarakat akan kepedulian mereka terhadap konservasi lahan. Keterbatasan modal ternak yang dimiliki oleh masyarakat sekitar membuat mereka tidak mampu untuk menambah jumlah ternak sapi mereka guna mengimbangi jumlah pakan yang sangat besar sekaligus meningkatkan nilai ekonomi keluarga petani.

Namun masyarakat selalu berupaya agar usaha konservasi tetap berjalan lestari dengan cara menampung dan membina para petani dan peternak dalam sebuah wadah komunikasi yaitu Kelompok Tani Intisari. Kelompok Tani Intisari mengembangkan sektor peternakan dan pertanian dengan memanfaatkan tanaman rumput gajah di bawah tegakan pohon utama.

    1. KONSEP PERTANIAN TERPADU ( INTEGRATED FARMING SYSTEM )

Kaidah yang digunakan dalam penerapan integrasi pertanian adalah mengintegrasikan beberapa unit usaha dibidang pertanian , dikelola secara terpadu berorientasi ekologis sehingga diperoleh peningkatan nilai ekonomi dan menambah tingkat efisiensi dan produktifitas yang tinggi.

Tanaman ( Plant ) baik dari tanaman pangan maupun tanaman perkebunan, tidak hanya menghasilkan pangan ( Food ) sebagai produki utama, tetapi juga menghasilkan hasil samping. Hasil samping tersebut dengan cara – cara yang sederhana dapat diubah menjadi pakan ( Feed ) dan pakan tersebut melalui ternak dapat ditranformasikan menjadi pangan yang bermutu ( daging, susu, dan lain – lain ). Ternak disamping dapat menghasilkan produk utama ( daging susu dan lain – lain ), juga menghasilkan hasil samping yaitu feaces dan urine. Feaces dan urine dengan cara yang sederhana dapat diubah menjadi kompos / pupuk organik yang bermutu. Kompos yang bermutu dan berdaya guna akan bermanfaat bagi proses produksi pertanian. Sehingga seluruh komponen baik pertanian, peternakan, maupun sub sektor terkait menjadi lebih efisien dan tanpa limbah.

Konsep pertanian terpadu juga sering disebut sebagai konsep LEISA ( Low External Input Sustainable Agrticulture ), konsep ini diharapkan menjadi arah baru bagi pertanian masa depan dimana insan yang terlibat dapat menikmati hasil yang sepadan dan berkelanjutan. Konsep LEISA dapat dirangkum sebagai berikut :

1. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya lokal

2. Memaksimalkan daur ulang ( Zero Waste )

3. Meminimalisasi kerusakan lingkungan (Ramah lingkungan)

4. Diversifikasi usaha

5. Pencapaian tingkat produksi yang stabil dan memadai dalam jangka panjang

6. Menciptakan kemandirian.

Tekhnologi tepat guna dalam penerapan konsep LEISA adalah :

1. Bagaimana mengubah limbah pertanian menjadi sumber daya (Feed) dan pemanfaatannya.

2. Bagaimana mengubah limbah peternakan menjadi sumberdaya (Compost) dan pemanfaatannya baik sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan maupun untuk budidaya perikanan.

    1. KELOMPOK TANI INTISARI

Berangkat dari pemikiran untuk memberdayakan komponen lokal secara terpadu, Kelompok Tani Intisari bersama masyarakat desa kawasan hutan telah merealisasi hal tersebut melalui pembinaan anggota dan masyarakat desa sekitar hutan sebagai upaya pengembangan pemberdayaan sumber daya lokal yang terpadu.

Sistem Pertanian Terpadu di Kelompok Tani Intisari :

1. Sapi perah untuk diambil susunya

2. Anakan sapi perah ( pedet ) betina sebagai replacement stock

3. Anakan sapi ( pedet jantan ) untuk bibit sapi potong

4. Sapi dara bunting

5. Kelinci betina dan jantan serta bibit kelinci

6. Tanaman pangan dan hortikultura yang di budidayakan secara organik dengan memanfaatkan limbah ternak sebagai sumber unsur hara

7. Tanaman hias dan tanaman buah dalam pot dan sayuran

8. Pengolahan limbah peternakan untuk didekomposisi menjadi pupuk organik / kompos aktif

9. Lahan rumput dan tanaman rumput yang menghasilkan produksi pakan ternak hijauan

10. Pelatihan Integrated Farming System secara rutin tiap bulan sebagai sosialisasi dan penyebaran konsep usaha peternakan berbasis sumberdaya lokal.

    1. TUJUAN

1. Meningkatkan keterampilan peternak dalam melaksanakan usaha peternakan terpadu berbasis konservasi lahan.

2. Meningkatkan produktifitas lahan, produksi peternakan sekaligus meningkatkan pendapatan peternak.

3. Mengembangkan serta meningkatkan budi daya ternak sapi potong guna pencapaian produksi maksimal pendukung.

4. Memaksimalkan pengggunaan potensi sumber daya lokal sebagai sarana pendukung dan menekan sarana pendukung dari luar.

5. Menciptakan kultur kondusif sumber daya manusia untuk menumbuhkan rasa memiliki dan senang dalam bekerja.

6. Memberdayakan masyarakat sekeliling lokasi untuk meningkatkan social aproach serta penambahan nilai positif bagi masyarakat dan usaha.

7. Membangun kemampuan menangkap peluang pasar bagi penduduk diversifikasi yang akan dihasilkan.

8. Memanfaatkan limbah sebesar mungkin dan menekan sekecil mungkin limbah yang terbuang dari pengusahaan farm.

E. SASARAN

A. Peningkatan pemberdayaan sumber daya lokal ( domestic based resources )

B. Memaksimalkan daur ulang ( zero waste ) dan meminimalkan kerusakan lingkungan ( ramah lingklungan )

C. Penciptaan produk baru hasil diversifikasi usaha

D. Pencapaian tingkat produksi yang stabil dan memadai dalam jangka panjang

E. Marketable surplus dengan banyaknya pilihan produk berkualitas yang dapat dihasilkan

F. Penciptaan kemandirian sehingga tidak tergantung pihak lain.

2. ANALISA EFISIENSI USAHA TERNAK SAPI POTONG

2.1. Rincian keuntungan ternak sapi potong :

Misal harga sapi import $ 1,76 USD = Rp. 16.720 ,00 / kg berat hidup.

Berat sapi 350 kg = 350 × Rp. 16.720 = Rp. 5.852.000 ,00

Biaya handling / ekor = Rp. 100.000 ,00

Jumlah = Rp. 5.952.000 ,00

Susut dari port menuju farm 4 % sehingga berat sapi di farm = 336 kg

Harga pokok sapi / kg = Rp. 5.952.000 : 336 = Rp. 17.714

Sapi digemukkan selama 60 hari dengan ADG ( Average Daily Gain ) 1,2 kg dengan biaya pemeliharaan / hari = Rp. 12.500 , 00

Biaya penggemukan selama 60 hari = Rp. 750.000,00

Berat akhir sapi = 408 kg [( 1,2 × 60 ) + 336 ) ]

Harga pokok sapi = ( Rp. 5.952.000 + Rp. 750.000 ) : 408 kg

= Rp. 16.672,35 / kg

Dengan harga jual = Rp. 17.850 / kg. Bila dijual langsung ( tanpa penggemukan )

Harga jual sapi 336 × Rp. 17.850 = Rp. 5.997.600,00

Harga beli sapi = Rp. 5.952.000,00

Keuntungan = Rp. 45.600,00 / ekor

Digemukkan selama 60 hari :

Harga jual sapi 408 × 17.850,00 = Rp. 7.282.800,00

Harga pokok sapi 5.952.000 + 750.000 = Rp. 6.702.000,00

Keuntungan = Rp. 580.800,00

Tambahan keuntungan bila sapi digemukkan :

Rp. 580.800 – Rp. 45.600 = Rp. 535.200,00

2.1. Manfaat yang diperoleh dalam penggemukan sapi potong :

· Memanfaatkan sumber daya lokal yang murah ( limbah pertanian dan perkebunan ) untuk diubah menjadi bahan – bahan yang lebih bermanfaat.

· Membuka lapangan kerja baru

· Memperbesar keuntungan

· Meningkatkan persediaan kebutuhan pangan berupa daging

3. IMPLEMENTASI INTEGRATED SYSTEM

3.1. PETERNAKAN SAPI PERAH DAN POTONG

Kebutuhan pakan sapi perah dan sapi potong dipenuhi dari rumput yang berasal dari lahan pertanian sekitar areal kandang dan lahan rumput hutan, atau jerami yang didapatkan dari sisa produksi tanaman pertanian.. Ditambah dengan konsentrat berkualitas dengan harga murah dan di campur dengan mikroba pengurai (dekomposer) untuk meningkatkan nilai cerna pada bahan pakan.

3.2. PENGOLAHAN LIMBAH TERNAK

Limbah ternak berupa feaces dan urine melalui proses dekomposisi dengan menggunakan koloni bakteri tertentu ( pengurai ) diubah menjadi pupuk organik bermutu tinggi untuk pertanian organik dan nursery serta dapat di pasarkan di kalangan masyarakat.

3.3. PENGEMBANGAN TANAMAN HIAS, BUNGA, DAN SAYURAN

Cita rasa keindahan dalam lingkungan usaha peternakan melalui pengembangan tanaman hias dan penataan lingkungan yang apik akan membuat suasana usaha peteranakan semakin nyaman, disamping memanfaatkan dari pupuk organik dan pendapatan usaha dari sektor lain juga tanaman buah dalam pot dan sayur menjadi salah satu alternatif bertanam dengan intensifikasi dan efisiensi yang tinggi.

3.4. PERTANIAN ORGANIK DAN LABORATORIUM PENGENDALIAN HAMA TERPADU / NUTRISI

Langkah nyata aplikasi pupuk organik selain pada tanaman hias dan tabulampot ( tanaman bunga dalam pot ) dan sayulampot (sayuran) juga pada lahan pertanian. Hasil yang diperoleh adalah bahan pangan yang memiliki kualitas alami, bernilai sehat dan bercita rasa natural. Selain menggunakan pupuk organik juga diterapkan Pengelolaan Hama Terpadu dengan bahan alami untuk mendapatkan hasil yang asli dari alam.

Hasil yang diperoleh dari sistem ini adalah kemandirian sesuai dengan prinsip LEISA. Komponen yang masuk dari luar sangat kecil sekali, tetapi komponen dari dalam dimaksimalkan untuk diberdayakan sehingga mampu saling mendukung untuk menghasilkan pertumbuhan komponen yang positif.

Pendukung sarana laboratorium nutrisi di maksudkan identifikasi unsur hara tanah. Menghindari defisiensi unsur hara akibat kurangnya kontrol pengolah lahan pertanian adalah dengan membangun sarana laboratorium sederhana. Acuan pemupukan yang berimbang bertujuan mendapatkan hasil produksi pertanian yang baik dan memuaskan.

3.5. SRCEEN HOUSE / PEMBIBITAN TANAMAN HORTIKULTURA

Rehabilitasi yang bersifat kontinuitas tentunya harus didukung dengan pembibitan yang berkwalitas sebagai stok tanaman yang akan dibudidayakan. Lahan Pembibitan yang dinamis akan menumbuhkan jenis pertanian baru yang berbasis peningkatan daya ekonomi yang baik. Tanaman apel dan tanaman buah serta tanaman pangan lainnya didapatkan dengan pemilihan varietas unggul dan di turunkan sebagai anakan hibrida / bibit unggul berkwalitas.

3.6. INSTALASI BIOGAS

Selama ini muncul berbagai masalah baru yang timbul dari kawasan peternakan yaitu limbah ternak bermasalah. Kurangnya kesadaran dan pemahaman akan pelestarian lingkungan yang bersih dan sehat mengakibatkan sejumlah kawasan penduduk mengalami dampak buruk antara lain keruhnya sungai desa akibat pembuangan limbah ternak sembarangan, kumuhnya kawasan sekitar kandang dan penduduk karena lokasi limbah yang tidak beraturan, serta bau busuk limbah yang kurang sehat dan mengundang lalat penyakit dan masih banyak lagi masalah baru yang timbul akibat kurangnya penanganan limbah secara intensif dan teratur dari para peternak.

Berkaitan dengan hal tersebut maka perlunya penangan limbah secara efektif dan baik serta menguntungkan. Teknologi pemanfaatan biogas limbah ternak merupakan solusi tepat sebagai langkah terbaik dalam pengelolaan limbah secara terpadu. Hal ini dapat menjaga kebersihan kawasan lingkungan dusun sekaligus menjaga pelestarian lingkungan sekitar penduduk dan kandang. Pemberdayagunaan komponen lokal tersebut dapat meningkatkan taraf ekonomi dan energi dimasyarakat khususnya masyarakat Tegalsari.

Hal ini dapat mengurangi pemakai minyak tanah dikalangan masyarakat sekitar dengan pemanfaatan biogas sebagai bahan bakar kompor. Dengan demikian akan lebih meringankan beban pemerintah dalam upaya meminimalisir pengguna minyak tanah di tanah air.

4. DATA MASYARAKAT BINAAN KELOMPOK INTISARI DUSUN TEGALSARI DESA SUMBERGONDO

4.1. PETERNAK

    • Jumlah Masyarakat Petani

Tegalsari / Intisari : 595 KK

    • Jumlah peternak sapi : 62 KK
    • Jumlah peternak kelinci : 2 KK
    • Jumlah ternak sapi:
      • Sapi potong : 114 ekor
      • Sapi perah : 21 ekor
    • Jumlah kandang sapi : 62 kandang
    • Luas keseluruhan kandang : 1832 m²

4.2. LAHAN RUMPUT HUTAN

Luas lahan petak petani tegalsari:

§ 53 A : 24 hektar

§ 53 B : 10 hektar

§ 57 B : 20 hektar

§ 55 : 10 hektar

§ 52 : 10 hektar

§ 55 B : 15 hektar

§ 69 ( G. Pucung ) : 30 hektar

Total : 119 hektar

· Pemenuhan pakan rumput dalam 1 hektar lahan adalah 4 ekor sapi

· Jadi dalam 119 hektar lahan efektif untuk jumlah ternak = 476 ekor sapi

4.3. LAHAN PERTANIAN TEGALSARI

· Lahan perkebunan apel : 88 hektar

· Lahan sayuran : 65 hektar

· Jumlah tanaman apel : 70.400 tanaman

· Kebutuhan rabuk tiap musim = 3.520 ton, untuk mencukupi seluruh kebun tanaman apel wilayah Tegalsari.